d21 busway

    Release time:2024-10-08 01:52:57    source:kurir spx hemat   

d21 busway,naga508 login,d21 busway

Jakarta, CNBC Indonesia- Hari ini Selasa, 24 September 2024, diperingati sebagai Hari Tani Nasional ke-64. Hari Tani Nasional kali ini menjadi yang terakhir dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin.

Serikat Petani Indonesia (SPI) pun menyampaikan 6 permintaan kepada Presiden Terpilih Prabowo Subianto, yang akan memulai pemerintahannya pada Oktober 2024 nanti bersama Wakil Presiden Terpilih Gibran Rakabuming Raka.

Permintaan pertama, SPI mengajukan agar Reforma Agraria diarahkan pada upaya merombak struktur penguasaan agraria yang timpang dan memastikan land reform. Yakni membagikan tanah untuk rakyat yang tak bertanah, petani gurem untuk usaha-usaha pertanian, perikanan untuk kedaulatan pangan, maupun untuk perumahan dan pemukiman, serta fasilitas sosial bagi rakyat.

Kedua, meminta pemerintah menghentikan segala Proyek Strategis Nasional (PSN) yang menggusur tanah rakyat dan membabat hutan hujan Indonesia.

"Seperti proyek food estate dan real estate," kata Ketua Umum SPI Henry Saragih kepada CNBC Indonesia, Selasa (23/9/2024).

Ketiga, menolak pasar tanah melalui lembaga Bank Tanah, dan pemberian Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) kepada orang asing yang diusung oleh IMF World Bank, yang bersifat Kapitalis dan Neo-Liberal.

Baca:
Jangan Lewat Jalan Ini! Buruh-Petani Turun ke Jalan Rayakan Hari Tani

Keempat, meminta pemerintahan mendatang melaksanakan Reforma Agraria berdasarkan Konstitusi Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan UU 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, serta TAP MPR No. IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.

Kelima, segera mencabut UU Cipta Kerja (Omnibus Law) karena undang-undang ini dinilainya melanggar Konstitusi, dan menghalangi dilaksanakannya reforma agraria.

Dan,keenam, meminta pemerintahan berikutnya menghentikan kriminalisasi dan diskriminasi hukum terhadap petani.

"Pemerintah harus melindungi hak asasi petani baik itu berdasarkan UU 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani berdasarkan Deklarasi PBB tentang Hak Asasi Petani dan Orang-Orang yang bekerja di Perdesaan (United Nations Declaration on the Rights of Peasants and Other People Working in Rural Areas)," ujar Henry.

Adapun enam tuntutan tersebut, kata Henry, dilatarbelakangi oleh Reforma Agraria yang sejatinya bertujuan untuk merombak struktur agraria yang timpang. Namun, menurut Henry, justru memperluas ketimpangan agraria itu sendiri.

"Hal ini dibuktikan dengan kebijakan pemberian HGU selama 190 tahun kepada korporasi," ucap dia.

Baca:
DPR Pelototi 15 Hal ini di Era Jokowi: Dari Judol Hingga Korupsi Timah

Dia mengatakan, Reforma Agraria diarahkan hanya untuk melegalisasi penguasaan kepemilikan tanah yang sudah timpang melalui project sertifikasi tanah, dan menjadi jalan korporasi-korporasi besar menguasai tanah dengan atas nama Proyek PSN, serta atas nama perubahan iklim.

"Jutaan hektar tanah rakyat dijadikan hutan konservasi restorasi sebagai komoditas perdagangan karbon," lanjut dia.

Henry mengatakan, kenyataannya hari ini konflik agraria semakin meningkat, karena perampasan tanah rakyat semakin meluas, dan konflik agraria yang sudah ada selama ini tidak ada penyelesaian yang luas dan komprehensif.

Berdasarkan data yang dihimpunnya, terdapat 1.385 kasus pengaduan masyarakat terkait konflik agraria selama tujuh tahun terakhir (2016-2023). Dari angka tersebut, lanjutnya, 70 lokasi telah ditetapkan sebagai Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA). Sampai dengan Februari 2024, capaian redistribusi tanah dan penyelesaian konflik pada LPRA baru sebanyak 24 LPRA, yakni 14.968 bidang atau 5.133 Ha untuk 11.017 Kartu Keluarga.

"Jadi masih ada 46 LPRA yang belum selesai, dan 1.361 lokasi aduan konflik agraria yang mangkrak," sebutnya.

Baca:
Investor IKN Dijamin Dapat HGU 190 Tahun, Ini Aturannya

Selain itu, Henry menyebut jumlah petani gurem dan rakyat yang tak bertanah semakin meningkat selama 10 tahun terakhir ini. Dia melansir Laporan Penelitian Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan RI (ATR/BPN) tahun 2019, yang menunjukkan luas tanah pertanian yang dimiliki petani berdasarkan hasil Sensus Pertanian terjadi distribusi yang tidak merata.

"Petani gurem dengan kepemilikan tanah kurang dari 0,5 hektare mengalami lonjakan dalam satu dekade terakhir, dari 14,24 juta pada tahun 2013 menjadi 16,89 juta rumah tangga pada tahun 2023 (Sensus Tani BPS 2023)," terang dia.

"Kedaulatan pangan semakin menjauh, karena tanah pertanian (sawah) dan hutan-hutan dikonversi untuk tanaman ekspor, dan kebutuhan pangan semakin besar diimpor setiap tahunnya selama 10 tahun terakhir ini," pungkas Henry.

Sebagai informasi, Reforma Agrari merupakan salah satu program yang dicanangkan Presiden Jokowi dalam Nawacita yang dilontarkannya saat kampanye pemilihan presiden 10 tahun silam.


(dce) Saksikan video di bawah ini:

Video: Moeldoko: Pemuda Enggan Jadi Petani Karena Kurang Menguntungkan

iframe]:absolute [&>iframe]:left-0 [&>iframe]:right-0 [&>iframe]:h-full">Next Article Hari Tani Nasional 2024, Partai Buruh-Serikat Petani Mau Demo Besok