pisang 4d

    Release time:2024-10-07 21:55:58    source:erek erek landak   

pisang 4d,buku mimpi 2023 lengkap,pisang 4d

Jakarta, CNBC Indonesia- Aktivitas gaya hidup sehat dengan bersepeda sempat menjadi tren yang digandrungi masyarakat Indonesia pada masa pandemi Covid-19 beberapa tahun lalu. Fenomena ini pun mendongkrak penjualan sepeda di Tanah Air.

Namun ternyata fenomena itu tak bertahan lama, seiring dengan kembalinya pola aktivitas setelah berbagai pembatasan di masa pandemi. Akibatnya, penjualan sepeda ikut merosot.

Pedagang sepeda, Darno (48) mengenang masa kejayaan bisnisnya berjualan sepeda semasa pandemi lalu. Katanya, jika pada saat masa pandemi dirinya bisa menjual 25-30 unit sepeda per hari, kini ia hanya bisa mengandalkan penjualan di akhir pekan sebanyak 6-12 unit saja.

"Kalau pas Covid dulu per harinya bisa 25 sampai 30 unit, sampai barang kosong. Sampai benar-benar harus dicari ke gudang. Kalau sekarang, andalannya cuma Sabtu dan Minggu. Biasanya kalau Sabtu-Minggu bisa sampai 6-12 unit terjual," kata Darno saat ditemui CNBC Indonesia di kawasan Pasar Rumput, Jakarta Selatan, Jumat (20/9/2024).

Darno mengaku omzet penjualannya saat ini jika dibandingkan semasa pandemi Covid-19 turun sangat drastis. Sebab, pada saat pandemi ia bisa mematok harga jual sepeda dua kali lipat lebih mahal karena adanya permintaan yang tinggi. Namun karena sekarang permintaannya turun, maka harga jual itu sudah kembali ke harga normalnya.

"Penjualan turun ya harganya ikut turun. Turunnya hampir 50%. Misalnya pas Covid kita jual Rp4 juta, ya sekarang harganya tinggal Rp2 juta. Harga sepeda sekarang balik ke harga normal. Karena pas Covid itu kan permintaannya tinggi, jadi harga naik. Sekarang harga normal. Karena dulu pas Covid nyari barangnya susah, jadi harganya naik," jelasnya.

Baca:
Ekonomi Warga Kelas Menengah RI Sulit Penyebab Penjualan Motor Ambrol

Dia mengungkapkan, harga jual sepeda pada masa pandemi Covid-19 lalu bisa tembus Rp15 juta per unit, untuk tipe sepeda lipat. Sementara harga sepeda itu kini sudah anjlok ke level Rp8 juta per unit, lantaran permintaan sepeda lipat yang saat ini memang sedang cenderung turun.

"Sepeda lipat yang dulu Covid bisa sampai Rp15 juta, sekarang paling jadi sekitar Rp8 juta. Karena sekarang permintaan lipat juga turun. Kalau tipe MTB ya paling Rp7-8 juta pas Covid, sekarang sih harganya sekitar Rp3-4 juta," ungkap dia.

Penurunan harga hingga omset penjualan sepeda ini, katanya, terjadi di semua toko sepeda yang ada di kawasan Pasar Rumput. Ia mengatakan, harga sepeda di seluruh toko kawasan tersebut serempak turun 50% dari harga pada saat pandemi Covid-19 lalu.

"Ini terjadi di semua toko, semuanya turun 50% mengikuti harga pasar," ucap Darno.

Penjualan Sepeda di Pasar Rumput, Jakarta Pusat, Jumat (20/9/2024). (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)Foto: Penjualan Sepeda di Pasar Rumput, Jakarta Pusat, Jumat (20/9/2024). (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)
Penjualan Sepeda di Pasar Rumput, Jakarta Pusat, Jumat (20/9/2024). (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)

Hal senada juga disampaikan pedagang sepeda lainnya, Doni (39).

Ia mengatakan tren penjualan sepeda pasca pandemi Covid-19 turun drastis hingga mencapai 50-75%. Katanya, jika semasa pandemi Covid-19 para pedagang seakan ketiban durian runtuh, di mana omset dari penjualan per hari bisa mencapai 10-15 juta, kini omset penjualan tersebut menyusut hanya menjadi 3-5 juta saja per hari.

"Penjualan ya sekarang pasti turun lah habis nggak ada hobi gowes-gowes lagi. Turunnya bisa 50-75% lah harga dan omset penjualannya. Kalau pas Covid penjualan per hari bisa 10-15 unit per hari. Kalau sekarang ini ya paling 3-5 unit per harinya. Omzetnya kalau dulu bisa Rp10-15 juta, sekarang ya paling Rp3-5 juta saja sudah alhamdulillah," kata Doni.

Baca:
Indonesia Tak No. 1, Ini Deretan Negara Pengguna Motor Terbanyak!

Kapan Penjualan Sepeda Mulai Anjlok?

Baik Darno maupun Doni senada mengatakan tren penjualan sepeda menurun sejak akhir tahun 2022 lalu, dan puncak terparahnya pada tahun 2023, atau ketika mulai transisi menuju new normal.

"Tahun 2022 akhir itu mulai turun penjualan, yang paling parahnya tahun 2023. Itu paling parah," kata Darno.

Darno menilai turunnya penjualan karena masyarakat sudah mulai beralih ke belanja online, dan juga karena masyarakat yang sebelumnya bekerja dari rumah sudah kembali harus beraktivitas di kantor.

"Kemungkinan yang pertama karena faktor online, itu pasti pengaruh online. Saya nggak jual di online. Sama mungkin orang sudah nggak banyak gowes-gowe lagi. Sudah kembali kerja di kantor," tukas dia.

Doni pun berpendapat serupa. Masyarakat yang sebelumnya memiliki banyak waktu luang karena adanya kebijakan bekerja dari rumah atau work from home, sekarang ketika kebijakan sudah kembali normal dan para pekerja itu sudah kembali bekerja di kantor, hobi gowes yang sebelumnya mereka geluti pun meluntur.

"Karena kan Covid dulu orang banyak waktu luang ya, kan WFH lumayan orang kerja nggak usah ke kantor, jadi mereka pagi sama sore suka dipakai waktunya untuk gowes. Sekarang kan engga, waktu yang dulunya mereka pakai untuk gowes, sekarang dipakai untuk perjalanan pulang dari kantor ke rumah (ataupun sebaliknya)," ucap Doni.


(dce) Saksikan video di bawah ini:

Video: Netanyahu Pastikan Israel Segera Balas Serangan Iran

iframe]:absolute [&>iframe]:left-0 [&>iframe]:right-0 [&>iframe]:h-full">Next Article Harga Sepeda Makin "Murah", Dulu Merek Ini Rp30 Juta Kini Rp19 Juta