asianbookie liga indonesia

    Release time:2024-10-08 04:36:26    source:klasemen borussia mönchengladbach vs rb leipzig   

asianbookie liga indonesia,claim bonus ondel4d,asianbookie liga indonesiaJakarta, CNN Indonesia--

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan dua orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dengan sumber dana dari Dana Siap Pakai (DSP) BNPB tahun 2020.

Mereka ialah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes Budi Sylvana dan Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (EKI) Satrio Wibowo. Penahanan dilakukan setelah KPK merampungkan pemeriksaan terhadap Budi dan Satrio.

"KPK selanjutnya melakukan penahanan kepada tersangka BS di Rutan Cabang KPK Gedung ACLC dan tersangka SW di Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih. Penahanan untuk 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 3 sampai dengan Oktober 2024," ujar Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu dalam jumpa pers di Kantornya, Jakarta, Kamis (3/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam kasus ini, KPK juga menetapkan satu tersangka lain atas nama Ahmad Taufik selaku Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PPM). Namun, yang bersangkutan masih dalam tahap pemulihan sehingga belum dilakukan penahanan.

Lihat Juga :
KPK Sita 43 Bidang Tanah di Kasus Pencucian Uang Abdul Gani Kasuba

Konstruksi kasus

Pada Maret 2020, Shin Dong Keun selaku Direktur Utama PT Yonsin Jaya (YS), perusahaan yang mewakili para produsen APD, menunjuk PT PPM sebagai distributor resmi APD selama dua tahun.

PT GA Indonesia (GAI) selaku produsen APD juga menunjuk PT PPM sebagai distributor resmi APD selama dua tahun.

Pada 20 Maret 2020, Kemenkes melalui Pusat Krisis Kesehatan pada awal Covid-19 membeli APD sebanyak 10.000 pcs dari PT PPM dengan harga Rp379.500/set. Satu hari berikutnya, TNI atas perintah Kepala BNPB saat itu mengambil APD dari produsen APD milik PT PPM di Kawasan Berikat, dan langsung mendistribusikan ke 10 provinsi dengan tidak dilengkapi dokumentasi, bukti pendukung dan surat pemesanan.

Pada 22 Maret 2020, Shin Dong Keun dan Satrio selaku Dirut PT EKI menandatangani kontrak kesepakatan sebagai authorized seller APD sebanyak 500.000 set dengan nilai tergantung nilai tukar dolar saat pemesanan.

Selanjutnya, 23 Maret 2020, PT PPM dan PT EKI menandatangani kontrak kerja sama distribusi APD dengan margin 18,5 persen diberikan kepada PT PPM. Selang satu hari, dalam rapat, Harmensyah selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) BNPB melakukan negosiasi harga APD dengan Satrio agar diturunkan dari harga US$60 menjadi US$50.

Lihat Juga :
KPK Geledah Sejumlah Lokasi Terkait Kasus yang Seret Kakak Cak Imin

Penawaran tersebut tidak mengacu pada harga APD (merek yang sama) yang dibeli oleh Kemenkes sebelumnya, yaitu sebesar Rp370.000.

"Dalam rapat juga disimpulkan PT PPM akan menagih pembayaran atas 170.000 set APD yang didistribusikan TNI dengan harga US$50/set (sekitar Rp700.000)," tutur Asep.

Pada 25 Maret 2020, PT EKI dan PT YJ melakukan pemesanan 500.000 set APD dengan menyerahkan giro Rp113 miliar bertanggal 30 Maret 2020.

Dokumen kepabean dan dokumen lain sengaja menggunakan data PT PPM karena PT EKI tidak mempunyai izin penyaluran alat kesehatan, tidak memiliki gudang, dan Non PKP.

"Pada 27 Maret 2020, SW (Satrio Wibowo) menghubungi Kepala BNPB pada saat itu, di antaranya untuk segera dilakukan pembayaran terhadap 170.000 APD yang diambil TNI, dan meminta diberikan SPK dari BNPB agar sesuai dengan pengamanan raw material dari Korea," kata Asep.

Pembayaran pertama sebesar Rp10 miliar dilakukan pada 27 Maret 2020 dari Bendahara BNPB kepada Rekening BNI PT PPM, di mana pada saat itu belum ada kontrak ataupun surat pesanan.

Lihat Juga :
Daftar 10 Cadewas KPK: Mertua Kiky Saputri hingga Benny Mamoto

Pembayaran kedua sebesar Rp109 miliar dilakukan pada 28 Maret 2020 dari PPK Puskris Kemenkes kepada Rekening BNI PT PPM.

Di sisi lain, Harmensyah baru menunjuk Budi sebagai PPK untuk pengadaan APD di Kemenkes pada 28 Maret 2020. Sedangkan Surat Keputusan Penunjukan tersebut dibuat backdate tertanggal 27 Maret 2020.

Pada rapat itu juga diterbitkan Surat Pesanan APD dari Kemenkes kepada PT PPM sejumlah 5.000.000 set dengan harga satuan US$48,4 yang ditandatangani oleh Budi, Ahmad Taufik dan Satrio.

Dalam surat tersebut tidak terdapat spesifikasi pekerjaan, waktu pelaksanaan pekerjaan, pembayaran serta hak dan kewajiban para pihak secara terperinci. Selain itu, Surat Pemesanan tersebut ditujukan kepada PT PPM, tetapi PT EKI turut menandatangani.

Kemudian, Kemenkes memberikan Surat Pemberitahuan kepada Direktur PT PPM bahwa sampai 15 April 2020 PT PPM telah mengirimkan APD sejumlah 790.000 set dari total 5.000.000 set APD yang sudah dipesan. Kemudian pada 7 Mei 2020 dilakukan negosiasi ulang harga.

Disepakati sejumlah hal. Yakni barang yang dikirim tanggal 27 April 2020-7 Mei 2020 dengan harga Rp366.850 dengan jumlah 503.500 set; barang yang dikirim setelah tanggal 7 Mei 2020 dengan harga Rp294.000; bahwa sampai dengan tanggal 18 Mei 2020, Kemenkes telah menerima sebanyak 3.140.200 set APD.

"Atas pengadaan tersebut, audit BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) menyatakan telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp319 miliar (Rp 319.691.374.183,06)," ungkap Asep.

Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

(ryn/tsa)